Di kampus, gue ikut Unit Kegiatan Mahasiswa (ekskul)
GEMA. GEMA adalah singkatan dari Gerakan Mahasiswa, yang isinya terkadang
membuat majalah kampus, menyebarkan poster-poster tulisan di MADING, dan lain
sebagainya. Di dalamnya terdapat divisi reporter,
divisi editor, divisi marketing, dan divisi artistic. Gue memililih divisi editor,
karena emang gue suka di bidang tulis-menulis.
Hari jum’at sampai hari minggu kemarin, GEMA ngadain
acara journalist camp untuk para
anggota baru. Journalist camp adalah acara
nginep selama tiga hari, yang fungsinya untuk menempa para MABA (Mahasiswa
Baru) untuk menjadi anggota GEMA yang baik sesuai divisi masing-masing. Asik,
katanya sih begitu.
Sebelum berangkat ke puncak, gue ngumpul dulu sama
temen-temen yang ikut. Kita berkumpul di dalam kantin, makan supaya di sana gak
kelaperan. Di sela-sela melahap makanan masing-masing, gue nanya, “Eh, lo pada
bawa shampoo sama sabun gak ?”
“Nggak, gue cuman bawa gosok gigi aja. Nanti, kan, di
sana tinggal minjem sama yang lain.”
“Lo gimana ?” gue nanya ke temen yang lain.
“Iya, gue juga gak bawa nih, paling di sana tinggal
minjem yang lain.”
Pikiran kita semua sama : gak ada yang bawa shampoo sama sabun sama sekali. Kan, tinggal minjem
di sana. Terus, kalo gak ada yang bawa, gimana nanti bisa mandi ? mungkin
nanti di sana pada ngemis sabun punya warga.
Setelah makan, kita semua berangkat ke puncak malam
hari menggunakan tronton. Tas hitam yang gue bawa berat banget. Gue membawa
semua peralatan dalam satu tas, nggak dipisah antara makanan dan pakaian.
Sedangkan, yang lain pada terpisah, jadi lebih enteng.
Aroma polusi dari kendaraan di jalan raya masuk ke
dalam tronton. Udara di dalam jadi terasa bau, membuat hidung tersumbat dan
bibir pecah-pecah. Semua memakai masker di mulut dan hidung untuk menyaring
udara kotor masuk ke dalam paru-paru.
Perjalanan lumayan lama untuk sampai ke puncak.
Dibutuhkan waktu lebih dari dua jam. Pas trontonnya udah berhenti, kita, para
peserta dan panitia, harus menyusuri jalan melewati perumahan warga untuk
sampai ke villa. Kita semua berpasangan supaya gak hilang. Cuman gue yang gak
punya pasangan. Miris.
Cuacanya di puncak udah lumayan dingin. Angin
menghembuskan dirinya ke segala arah. Untuk meminimalisir kedinginan, gue udah
memakai peralatan jaket dan slayer pas di kampus. Perjalanan ketika tronton
berhenti sampai villa ternyata cukup jauh, kira-kira satu kilometer lebih dua
milimeter.
Tiba-tiba jalan yang awalnya datar, mulai menurun. Otot
paha dan betis sangat digunakan untuk menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh.
Kurangnya pencahayaan juga menambah berat medan perjalanan. Semakin turun
bukannya semakin menemukan jalan datar lagi, malah bertambah curam.
Semua peserta udah kelelahan dengan berjalan kaki. Ada
dua orang kakak senior memberi arahan kalo dikit lagi sampai villa. “Tahun lalu
kita jaraknya lebih jauh daripada ini !” kata kakak senior,“Lebih jauh tiga
meter !” Semangat gue turun, informasi yang tidak perlu disampaikan.
Akhirnya kita sampai villa dengan selamat. Nggak lama
berselang, pembagian kamar peserta oleh panitia. Karena jumlah peserta cewek
banyak, mereka dibagi beberapa kamar. Sedangkan cowok hanya satu ruangan.
Kebetulan peserta cowok cuman lima orang. Kita, para peserta cowok, langsung
menempati ruangan dan langsung tidur.
(Bersambung)
Njir enak banget bisa ke puncak rame-rame gitu.Gue sampe sekarang baru jadi wacana :")
BalasHapusMangkanya, dirundingin lagi biar bisa jalan-jalan dong ;p hehe
Hapus