Petak umpet. Permain tradisional yang lumayan nge-hits saat masih gue kecil. Cara bermainnya mudah, salah satu orang ada yang jaga menutup matanya di salah satu tempat, bisa tembok atau pohon. Terus, yang lain ngumpet mencari tempat persembunyian. Biasanya pada hitungan ke-30, yang jaga membuka matanya, lalu mencari orang yang ngumpet.
Konon katanya, kalau mau main petak umpet jangan malem-malem. Nanti bisa diculik wewe gombel (salah satu spesies hantu yang ada di Indonesia). Semenjak gue mendengar itu, gue jadi jarang main petak umpet malam hari. Tapi, setelah beranjak remaja gue baru tau kalau ternyata wewe gombel itu hantu perempuan yang payudaranya besar. Gue jadi nyesel kenapa dulu gak pernah diculik dia.
Gue dulu sering banget main petak umpet di komplek perumahan. Bimo, temen gue, dia selalu dicurangin sama temen-temen yang umurnya lebih tua saat main petak umpet. Dia selalu dibikin jaga terus. Pada awalnya dia biasa-biasa aja, tapi lama-kelamaan dia kesel juga, akhirnya dia nangis. Di tengah-tengah isak tangisnya, dia ngancem dengan absurd, “AWAS LU, GUE PANGGIL POLISI ! GUE BORGOL SEMUANYA !” Baru pertama kali gue denger, kalau curang main petak umpet bisa diborgol polisi.
Ketika masuk smp, gue udah jarang main petak umpet lagi. Temen-temen rumah udah pada sibuk sama sekolah. Terus juga udah ketemu sama temen-temen yang lebih seru di sekolahan. Jadi jarang yang main keluar lagi.
Tapi, Jum’at kemarin gue main lagi sama temen-temen rumah. Tentunya sama anak-anak yang masih menginjak sekolah smp dan sma. Yang kuliah pada sibuk ngerjain tugas, kecuali gue anak kuliahan yang masih gak jelas. Seperti biasa, untuk menentukan yang jaga, kita gambreng terlebih dahulu. Akhirnya salah satu dari kami ada yang jaga, Kevin.
Gue berlarian muterin komplek untuk mencari tempat sembunyi. Temen-temen yang lain juga ngikutin dari belakang. Saat berlari, ada bapak-bapak yang ngelihat gue dan dia langsung geleng-geleng kepala. Mungkin yang ada di pikiran dia adalah : Udah gede mainnya sama anak kecil, gak tau diri. Gue boleh ikutan gak ya ?
DI kelokan jalan, ada rumah kosong disertai pohon-pohon yang cukup besar. Gue ngumpet disitu. Bocah yang lain ngintip ke arah jalanan dengan menongolkan sedikit kepalanya. “Aman” Kata pengintip. Gue duduk di tempat balkon dekat rumah kosong, sambil mengatur nafas yang tersengal-sengal. Capek banget, udah lama nggak olahraga jadi mudah capek. Padahal baru lari seratus milimeter. Eh, meter maksudnya.
Sambil menunggu instruksi dari bocah-bocah untuk cari tempat persembunyian lagi, gue duduk sambil mengipas-ngipaskan angin dengan tangan. Permainan yang cukup melelahkan. Jelani, bocah smp yang bertugas sebagai pengintip, menyuruh untuk keluar dari rumah, lalu berlari lurus. Semuanya langsung mengikuti.
Kita ramai-ramai menyusuri jalanan komplek. Tentunya yang mengisi posisi paling depan adalah gue, sebagai ujung tombak. Yang lain mengikuti dari belakang layaknya prajurit. Tentunya bukan prajurit untuk berperang, tapi prajurit petak umpet.
Di depan jalan, ada perempatan. Di tengah jalan itu ada tiang lampu berwarna kuning cerah yang menyinari cukup jelas dibawahnya. Karena rawan untuk ketauan, Jelani mengintip dibalik tembok dengan agak menunduk. Bocah kecil yang memakai baju oren itu, melihat situasi jalanan, ada Kevin yang sedang berjalan atau nggak.
Tiba-tiba ada seorang anak kecil bermain sepeda menghampiri. “Eh, pada lagi ngapain ?”
“Lagi mau maling” Jawab gue, iseng.
Dia teriak, “ADA MAL-----“
“BERCANDA ! GUE BUKAN MALING ! Ini lagi main petak umpet !” Jawab gue memotong teriakannya. Gue nggak mau yang tadinya cuman pengin main petak umpet, berakhir jadi babak belur digebukin warga. Lagi pula, mana ada maling yang mau ngaku dirinya maling ? DASAR BOCAH !
Gue dan temen-temen yang lain akhirnya berlari lurus menghindari anak kecil yang tadi. Perjalanan berikutnya, kita lebih banyak jalan karena tempat jaganya udah lumayan jauh. Berjalan belok-belok mengikuti jalanan yang banyak pertigaan dan perempatan. Sampai akhirnya, kita berhenti di semak-semak di pojokan. Jelani, sang pengintai pun mengintip lagi. Tiba-tiba ada orang teriak yang kenceng entah asalnya dari mana. “DIKA !”
“Anjir, ketauan” Seru Dika, salah satu dari kita yang ngumpet. Semuanya langsung berlari berhamburan kemana-mana, berharap gak ketauan sama Kevin. Ada yang ke arah kiri, ada yang ke arah kanan, ada juga yang lurus. Gue mengikuti ke arah yang lurus. Karena yang gue tau, jalan yang lurus adalah jalan yang benar.
Beberapa ada yang berpisah, tapi akhirnya di suatu titik kita semuanya berkumpul kembali. Kecuali Dika, karena dia udah ketauan. Semuanya sepakat, kalau ada yang ngelihat Kevin, semuanya langsung adu lari ke pohon, supaya bisa inglo duluan daripada Kevin.
Sekarang, kita berlindung di belakang mobil hitam yang sedang terparkir di luar rumah. Berharap gak ketauan sama sekali. Jelani pun ngintip lagi, kepalanya menghadap ke arah kanan dan kiri. Jalanan sudah mulai sepi karena sudah mulai larut malam. “ITU ADA KEVIN ! LARI !”. Temen-temen pada lari. Gue ikut lari. Eh, ada kucing juga ikut lari. Ternyata kucingnya lagi ikut lari marathon.
Suara sandal beradu dengan tanah. Semuanya berusaha lari sekuat-kuatnya. Keringat menyucur deras dari leher ke baju masing-masing. Kita berada beberapa meter lagi menyentuh pohon. Sampai akhirnya… “INGLO !”
Kevin datang terakhir dari arah yang berlainan. Semuanya duduk di tempat bangku deket pohon mangga yang beralaskan keramik. Mengelap keringat dengan kerah baju masing-masing, sambil menghembuskan napas. Istirahat sebentar. “Mas nopal, tadi lu kena. Tadi gue liat ada yang pake baju putih deket Dika” Kata Kevin sembari duduk. KELINCI HAMIL ! KENAPA GUE PAKE BAJU PUTIH PAS MAIN PETAK UMPET MALEM-MALEM !
Gue dan Dika suit untuk menentukan siapa yang jaga. Firasat gue udah gak enak semenjak gue disebut kena. Firasat itu akhirnya terwujud setelah gue suit dengan Dika. Gue kalah telak tiga kosong. Gue menutup mata menghadap pohon mangga yang hanya seukuran dua meter itu. Yang lain lari dengan sekuat tenaga mencari tempat persembunyian.
Kedua telapak tangan gue buka. Perlahan-lahan gue jalan sambil meilirik ke rumah dan jalanan. Nggak banyak orang yang gue lihat, cuman beberapa motor yang lewat. Gue berjalan lagi hingga sampai ke depan rumah gue sendiri, dan pulang. Sampai kamar, gue membuka handphone, setelah itu ngirim chat ke grup temen rumah yang isinya : Sorry ya, gue pulang duluan. Soalnya bokap udah sampai rumah. Gak boleh main malem-malem.
Komentar
Posting Komentar