Sewaktu masih SMA, ada adik kelas yang bertanya sama gue lewat ask.fm, ‘Kakak
suka sama siapa di sekolah ?’ Sebenernya pertanyaan itu pengin gue jawab, ‘Kepala
sekolah.’ Tapi, berhubung karena kepala sekolah gue cowok, gue gak jawab itu.
Gue jawab dengan simple, ‘Nanti akan
gue kasih tau di blog setelah lulus SMA.’
Sebenernya tulisan ini udah gue buat dari semenjak pertanyaan itu dijawab.
Tapi hanya baru beberapa tulisan, nggak gue lanjutin lagi. Karena ketika kelas
tiga SMA gue sibuk belajar untuk persiapan Ujian Nasional. Mengejar materi yang
masih belum gue pahami saat kelas satu dan dua.
Setelah lulus dari SMA, gue juga sibuk untuk mendaftar perguruan tinggi,
kebetulan gue juga gagal terus dalam ujian, jadi waktu yang terbuang juga
lumayan banyak. Harapan bebas untuk belajar pun sirna, gue harus belajar lagi
setelah lulus SMA untuk tes perguruan tinggi. Beruntung, sekarang gue udah
keterima di perkuliahan, jadi banyak waktu luang untuk menulis.
Ada yang nagih tulisan gue tentang 'orang yang gue suka' itu setelah gue
lulus dari SMA. Maaf banget kalo gue baru bisa posting hari ini, sudah lewat
beberapa bulan dari yang gue janjikan. Tapi kalo dipikir-pikir, nggak salah juga
sih, kan gue janjinya cuman 'Setelah lulus SMA', jadi nggak ada tenggang
waktunya. Jadi kalo gue jawab sampai kecoa bisa breakdance juga gapapa.
Ya postingan ini gue tujukan untuk adik-adik kelas gue yang bertanya, dan
untuk orang yang pernah gue suka saat masih di SMA. Nama orang yang gue
ceritakan di sini adalah bukan nama aslinya. Tapi kejadian yang gue alami
bener-bener asli dari kejadian nyata. Terima kasih untuk kamu yang pernah
membuat gue terlalu tersenyum saat belajar J
...
Waktu itu, kenaikan kelas. Gue naik ke kelas dua dengan
jurusan IPA. Ketika pertama kali masuk sekolah setelah liburan panjang, gue
nggak masuk kelas selama satu minggu. Gue menjadi panitia sebuah acara di
sekolah, yang diadakan di minggu pertama untuk menyambut adik kelas yang baru
masuk.
Didalam susunan panitia acara, ternyata ada beberapa
temen kelas gue juga yang menjadi panitia acaranya. Gue tau setelah melihat
sehelai kertas putih di ruang panitia. Di kertas itu berisi absen panitia,
nama, kelas, dan nomer handphone
masing-masing. Beruntung, nggak ada nomer hape ibu-ibu, pasti udah gue modusin.
Tepat hari sabtu, acara telah berakhir. Selesai acara
berlangsung, semua panitia bertugas untuk merapihkan kelas yang telah selesai
dipakai. Para peserta banyak yang membuang sampah sembarangan. Di dalam kelas,
banyak plastik bekas minuman yang berserakan di atas terpal. Semua harus disapu
bersih oleh panitia.
Gue yang kelelahan sudah bekerja dari tadi, beristirahat
sebentar, duduk di koridor depan kelas. Pandangan gue melihat sekitar, melihat
temen-temen yang lain membersihkan sampah-sampah di dalam kelas, ada juga yang
mengeluarkan terpal yang telah dipakai. Terpal tersebut bertujuan untuk
melapisi lantai, supaya peserta nggak kedinginan yang duduk lesehan.
Di tengah istirahat, gue teringat sesuatu. Beberapa hari
ini gue udah gak masuk kelas karena mengurusi acara, gue takut ketinggalan
pelajaran. Gue berniat meminta nomor handphone
kepada salah satu temen sekelas. Sebut aja namanya Salsa. Sekarang, dia sedang
berdiri sendirian disamping tangga dekat koridor.
"Salsa, gue minta nomer hape lo dong. Jadi, nanti
gue bisa nanya-nanya sama lo kalo ada tugas"
Gue menyodorkan handphone
gue ke salsa, supaya dia bisa mengetik nomornya di situ.
Temen-temen yang sedang merapihkan kelas, melihat dan
mendengar gue bicara ke Salsa dari tadi, mereka menyoraki gue besama "Ciee,
ciee, modus tuh modus. Hati-hati pal nanti suka".
Salsa memberi hapenya ke gue sambil malu malu kecoa,
"Ini Pal nomernya, belum di save, nanti simpen sendiri aja namanya
dikontak."
"Iya, makasih ya sa" gue melihat ke layar handphone, muncul sederet angka. Lalu,
gue simpen nomer itu dengan nama 'Salsa'.
...
Ketika satu minggu pertama gue nggak masuk kelas,
ternyata banyak guru yang masuk dan memulai perkenalan dengan murid-murid. Ada
juga yang langsung memulai memberikan materi pelajaran.
Dari semua guru yang masuk kelas, ada satu guru yang
menyuruh membuat kelompok untuk praktek, guru ini terkenal paling killer
di sekolahan, guru biologi. Konon katanya, kalau nggak ngerjain tugas dari dia,
lo bakalan kencing selama dua hari dua malem tanpa berhenti karena ketakutan. Mengerikan.
Satu kelompok terdiri dari empat orang dan harus terdapat laki-laki dan
perempuan. Nanti, setiap ada praktek biologi, kelompok ini akan selalu tetap
sama selama satu tahun.
Karena di minggu pertama gue nggak masuk kelas, gue
digabungkan dengan kelompok yang nggak masuk kelas juga. Di dalam kelompok itu
ada satu orang yang familiar di kepala gue. Salsa, orang yang gue minta nomer
hapenya sabtu lalu di koridor depan kelas.
Pernah suatu ketika, guru biologi keluar dari kelas ada
keperluan, lalu menyuruh muridnya untuk mempersiapkan presentasi sesuai dengan
kelompoknya. Semua murid langsung sibuk untuk menghafalkan materi presentasi
kelompoknya masing-masing, Semua murid takut, seandainya nggak bisa menjelaskan
presentasi dengan bagus di depan kelas, nanti akan dibacok dari belakang oleh
guru biologi.
Salsa, duduk di sebelah gue menghafalkan materi dari
laptop. Sedangkan gue sibuk menyalin materi dari laptopnya Salsa ke buku tulis.
Dua anggota kelompok gue yang lain, berpencar mencari tempat yang nyaman untuk
menghafal. Yang satu di pojok kelas, dan yang satu lagi di atas genteng. Entah
dia mau ngapain.
Kepala gue bulak-balik dari laptop ke buku tulis, lalu ke
laptop lagi, ke buku tulis, ke laptop lagi, dan seterusnya sampai Cristiano
Ronaldo jago main kelereng.
Ditengah-tengah sibuknya menyalin materi, terdengar suara
temen gue yang duduk di depan. Namanya Itsna, dia menengok ke arah gue dan
Salsa, lalalu dia bilang, "Pal, kalo gue liat, kayaknya lo cocok sama
Salsa deh, serasi banget."
Deg.
Salsa dan gue saling tatap-tatapan mata sementara. Lalu,
kita kembali lagi ke pekerjaan masing-masing.
...
Suatu hari ada pelajaran Bahasa Inggris di kelas. Materi
yang disampaikan mengenai dialog tentang cinta-cinta-an. Tentunya dialog
tersebut untuk sepasang, cowok dan cewek. Nggak mungkin cowok sama cowok, nanti
jadinya malah hombreng. Pasangannya dipilih secara acak. Caranya : Setiap murid
disuruh mengambil kertas yang digulung di dalam topi. Kertas tersebut berisi
angka yang berpasangan. Nanti, angka yang sama sama, menjadi satu pasang.
Gue ambil kertas di dalam topi tersebut. Setelah itu,
orang yang membawa topi di tangannya kembali berpindah ke orang lain untuk
menyodorkan topi lagi. Nggak tau kenapa, perasaan gue kayak aneh gitu. Terutama
pada saat Guru Bahasa Inggris menyebutkan angka. Ketika nomernya disebutkan,
murid yang memegang nomer itu harus mengangkat tangannya.
Ada feel di
dalem hati gue, ‘Kayaknya sepasang sama Salsa nih’. Kalimat itu selalu terulang
di dalam benak kepala gue. Terus menerus sampai guru bahasa inggris menyebutkan
angka berikutnya.
“Delapan belas !”
Gue mengangkat tangan dengan kertas di tangan. Kertas
tersebut gue himpit antara telunjuk dan jempol. Keringet dingin. Pandangan gue
menyapu bersih dari depan kelas hingga ke ke belakang. Ada satu tangan juga
yang mengangkat tangannya ke atas. Cewek yang dari tadi gue pikirkan di dalam
otak. Dia memandang mata gue dengan tersenyum. Salsa.
Semua pasangan duduk berdampingan, menghafal dialog yang
disuruh untuk maju ke depan. Jujur, bahasa Inggris gue kurang banget, apalagi
dalam menghafal. Ternyata Salsa juga sama. Mati aja deh berdua. Tapi walaupun
kurang jago, kita tetep berusaha untuk menghafal.
Kita berdua duduk berhadapan. “Dou you love me ?” Salsa
bertanya ke gue. Mengucapkan dialog yang ada di papan tulis.
“Yes.”
“Are you sure ?”
“Yes, I’m sure. I love you because you are the sweeties
in the world”
Gue senyum. Entah kenapa ada perasaan yang menjalar dari
bawah kaki sampai ke ubun-ubun setelah gue mengucapkan kalimat itu. Ucapan dari
mulut gue terlihat tulus. Gue baru pertama kali mengucapkan kalimat itu ke
cewek. Kalimat yang artinya gue gak tau sama sekali.
…
Beberapa hari setelah kejadian-kejadian sebelumnya, gue
jadi makin deket sama Salsa. Kita berdua juga jadi lebih sering satu kelompok
di setiap pelajaran. Terus juga, entah kenapa setiap gue ada di deket dia, ada
rasa di dalam hati yang susah dijelaskan dengan kata-kata. Mungkin rasa suka.
Begitu juga dengan Salsa. Gue bisa melihat dari bola
matanya. Tatapan matanya berbeda dengan cewek yang pernah gue lihat. Dia
sepertinya mempunyai rasa yang sama dengan gue. Rasa suka. Entah kenapa gue
bisa tau, mungkin ini insting gue sebagai mahluk hidup ke lawan jenis.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan gue
lewati dengan tidak mengungkapkan perasaan sama sekali. Gue bukan orang yang
mudah menyatakan perasaan ke orang lain, apalagi dalam hal cinta.
Pernah sekali, gue ngungkapin rasa suka ke seseorang,
tapi nggak nembak sama sekali, karena gue belum mau pacaran. Ternyata orangnya
mempunyai perasaan yang sama juga. Setelah kejadian itu, bukannya semakin
deket, gue sama cewek itu malah semakin menjauh, seolah nggak kenal satu sama
lain. Gue nggak pengin itu terulang kembali. Jadi, perasaan ini hanya gue
simpen sendiri.
Terkadang, kalau gue lagi bosen mendengarkan guru
menjelaskan materi di dalam kelas, gue mirip sinetron FTV gitu. Gue iseng
melihat Salsa dari kejauhan. Terus, kalau dia menatap balik, gue langsung
melihat ke arah lain, pura-pura melakukan suatu kegiatan ekstrim, salah satunya
ngupil pakai jempol kaki.
Kalau Salsa, dia pernah melakukan hal yang mungkin
menurut dia biasa, tapi menurut gue itu spesial banget. Waktu itu, gue dateng
ke sekolah, masuk ke kelas. Di dalam kelas hanya ada satu orang cewek yang baru
dateng, Salsa. Dia duduk di bangku belakang bagian tengah. Dia sedang menyapu
kelas yang kotor.
Gue langsung duduk di tempat biasa. Tempat duduk gue
nggak jauh dari Salsa, hanya dua meter di sebelah depan kirinya. Atau supaya
lebih mudah mengerti, diagonal di sebelah kirinya. Nggak ngerti ? Yaudah nggak
usah dipikirin, nanti pusing.
Saat gue duduk di kursi, dia ngomong, “Rambut Nopal udah
panjang ya ? Cukur tuh, nanti jadi berantakan loh.”
Kalimat yang simple.
Mungkin kalau yang mengatakan kalimat ini orang lain, biasa aja. Tapi ini
Salsa. Orang yang gue suka. Begitu perhatiannya dia memerhatikan bagian detail
gue, yang bahkan diri gue sendiri jarang
memerhatikannya. Ketika mendengar kalimat itu langsung dari bibirnya, gue
langsung mau terbang. Tapi sayangnya nggak punya sayap.
…
Gue inget pertemuan paling mengesankan antara gue dan
Salsa. Saat itu pertemuan terakhir. Ketika acara perpisahan sekolah yang
diadakan di dalam gedung. Salsa menggunakan kebaya merah dengan kerudung yang
menutupi rambutnya. Make-up yang
membaluti wajahnya juga membuat dia lebih cantik daripada biasanya. Gue melting ngeliatnya. Tapi gue pura-pura
biasa aja. Seolah nggak ada yang berbeda.
Acara demi acara gue nikmati dengan seksama. Mulai dari
pembukaan acara perpisahan, band dari
perwakilan kelas, sampai pemutaran film dokumenter yang berdurasi satu jam. Di
dalam film dokumenter itu, ada cuplikan video gue sedang sedang bernyanyi One
Thing dari One Direction. Suara gue terdengar sangat false, bisa memecahkan
gendang telinga yang mendengarnya. Otomatis penonton semua tertawa. Gue nunduk
ke bawah, harga diri gue jatuh.
Nggak terasa acara pun berakhir. Di moment-moment seperti ini, mereka para murid yang yang lulus,
berfoto bersama dengan teman-temannya sebagai kenangan terakhir sebelum berpisah.
Gue juga diajak foto bareng rame-rame. Beberapa kali foto berdua dengan cewek
temen sekelas. Tapi di dalam hati gue, masih ada yang janggal. Gue belum foto
sama seseorang.
Mata gue memandang seluruh area di dalam gedung, mencari
seseorang. Orang yang gue cari tidak terlihat. Beberapa orang sudah lalu-lalang
keluar gedung, dan sisanya masih ada di dalam untuk berfoto bersama. Mungkin
dia sudah pulang.
Gue duduk di salah satu bangku, menatap kosong ke arah
panggung. Bangku-bangku sudah mulai dirapihkan sama adik kelas yang menjadi
panitia perpisahan. Sampah-sampah yang berserakan diangkat dan dibuang ke
tempat sampah. Tatapan mata gue lesu, melamun. Salah satu harapan gue untuk
berfoto dengan seseorang pun pupus.
Tiba-tiba di tengah melamun, ada seorang cewek yang
menepuk pundak gue dari belakang. Gue seneng, mengira yang menepuk adalah
seseorang yang gue cari dari tadi. Ternyata saat kepala gue menoleh ke
belakang, hanya temen kelas biasa. Gue tersenyum terpaksa menghadap kamera,
lalu duduk kembali.
Beberapa saat kemudian, ada seorang cewek (lagi) ngomong
dari arah belakang, suaranya terdengar khas di telinga gue, “Nopal foto berdua
yuk.” Hati gue seneng, nggak salah lagi, ini suara seseorang yang gue cari
tadi.
Kepala gue menghadap ke belakang. Iya, bener, dia orang
gue cari. Mukanya tersenyum, menunggu jawab dari gue mau foto berdua atau
tidak. Ternyata dia lebih cantik jika dilihat dari dekat. Aroma parfumnya
sangat pas di hidung, tidak terlalu pekat, tidak terlalu samar. Gue menjawab
dengan semangat, “Ayuk.”
Akhirnya salah satu impian gue berfoto bareng dengan dia
kesampaian juga. Gue tersenyum tulus ke arah kamera, dia pun juga. Seumur-umur
gue belum pernah sedeket dan sebahagia ini dengan dia. Gue berfoto berdua sama
Salsa.
…
Dari awal pertama kali gue suka sama Salsa, gue belum
pernah bilang, ‘Aku suka kamu’, ‘Aku sayang kamu’, maupun ‘Aku cinta kamu’.
Menurut gue, kalau kita suka sama seseorang, nggak harus selalu diucapkan
dengan kata-kata.
Kita sekarang udah berpisah, dia sekarang kuliah di
Universitas Indonesia, sedangkan gue di Politeknik Negeri Jakarta. Sampai
sekarang, gue masih belum tau perasaan dia ke gue sewaktu SMA bagaimana. Dan mungkin, dia juga gak
tau perasaan gue dulu ke dia bagaimana. Mungkin inilah yang dinamakan Jatuh Cinta Dalam Diam. Sama-sama tidak
tahu, tapi mempunyai rasa yang sama.

Komentar
Posting Komentar