Belakangan ini, tugas dari dosen
mulai menumpuk.Terutama saat sebelum UTS, hampir semua dosen ngasih tugas untuk
dikerjain di rumah.Karena tugas yang banyak, Fadil --temen sekelas gue-- akhirnya
jadi sering main ke rumah gue untuk ngerjain tugas.Seperti minggu kemarin,
setelah pulang liputan dari café Wapress, Jakarta Selatan, dia mau nginep di
rumah gue.
Setelah liputan di café Wapress, kita berdua pulang
bareng, tapi beda motor. Kita menyusuri ruas jalan Jakarta dengan perlahan.Semilir
angin malam membuat badan menjadi sejuk.Hanya beberapa kendaraan yang melintas
di jalanan.Jalanan terlihat sepi.Kalau setiap hari jalan raya sepi kayak gini,
gue bisa kencing sambil kayang di tengah jalan raya.
Kita berdua nggak tahu sama sekali jalan di daerah
Jakarta. Jadi, untuk bisa sampai rumah gue yang di Citayam, gue memakai GPS
untuk mengetahui jalan.Sedangkan, Fadil mengikuti dari belakang.Aturan yang paling
mendasar saat jalan berbarengan adalah yang nggak tahu jalan harus di belakang.
Tapi Fadil beda, beberapa kali dia malah nyalip ke depan gue. Alhasil, kadang
dia nyasar, beruntung gak sampai pulau Sumatera.
Perjalanan sangat lancar dan tidak ada halangan sama
sekali. Sampai suatu saat, gue berpisah jalan dengan Fadil. Gue melewati jalan
yang kiri, sedangkan Fadil lewat jalan fly
over di sebelah kanan. Tapi karena jaraknya sedikit lagi sampai Depok,
akhirnya gue memutuskan untuk kita berdua ketemuan di Depok.
Gue menunggu di rumah temen, di daerah Depok. Jam sudah
menunjukan pukul satu malam. Gue cemas Fadil kenapa-kenapa di jalan.Pikiran gue
udah kemana-mana. Jangan-jangan Fadil kecelakaan di jalan ? Jangan-jangan Fadil
dibacok sama orang lain ? Atau jangan-jangan Fadil di cegat sama banci di
tengah jalan ?
Karena gue khawatir, akhirnya gue chat ke hape dia, “Dil, lo
dimana ?Cepetan, gue tunggu di Depok.”
Beberapa saat kemudian dia bales, “Ban motor gue bocor pal, lagi ditambal ban dulu. Kalo mau pulang
duluan, duluan aja, nanti gue nyusul.”
Karena gue ingin terlihat gentleman dan mempunyai solidaritas yang tinggi, akhirnya gue chat Fadil, “Yaudah, gue tungguin, kita pulang bareng. Gue takut kalo lo jalan
sendirian malem-malem, bahaya.”Padahal gue yang takut jalan sendirian.
Setengah jam kemudian akhirnya dia sampai Depok dengan
selamat. Kita berdua pamit kepada temen yang punya rumah, lalu melanjutkan
perjalanan ke rumah gue. Di jalanan menuju ke rumah, nggak terlalu banyak yang berbeda
dengan jalanan di Jakarta.Jalanan lengang.Malah hanya kita berdua.
Walaupun hanya berdua, perasaan takut akan dibegal
masih ada. Beberapa waktu lalu terjadi maraknya pemberitaandi semua media
tentang pembegalan. Biasanya tergetnya itu pengendara motor pada malam hari.
Kayak kita berdua begini. Suasana malam yang tadinya nyaman, jadi terasa
horror.Gue bilang ke Fadil dengan suara keras, “Dil, bawa motornya ngebut aja
ya, kalo ada orang di belakang.”
“Siap.”Jawab Fadil sambil membuka kaca helm.
Setiap ada motor lain yang berjalan dari arah belakang,
kita berdua selalu ngebut. Mengira kalau orang itu adalah tukang begal, padahal
yang di belakang tukang somay.
…
Sesampainya di rumah gue, Fadil menaruh tas di bawah
lantai dekat kasur. Jaket digantung di tempat belakang pintu kamar.Gue
berbaring di atas kasur sambil bermain hape, sedangkan Fadil duduk di samping
gue, mengisi daya hapenya yang tinggal sedikit.
“Gue mau mandi dulu, Dil.”Gue beranjak keluar kamar
sambil membawa handuk.
“Serius lu mau mandi, jam segini ?”Fadil melepas celana
jeans-nya.“Bahaya pal, kalo mandi jam
segini.”
“Bahaya kenapa ?”
“Bahaya pokoknya, nanti ada angin duduk.”
Sebelumnya, gue juga pernah dengar istilah ‘angin
duduk’.Katanya, pernah ada yang sampai meninggal karena angin duduk. Tapi
sampai sekarang, gue masih bingung apa maksud dari angin duduk. Atau mungkin ada nama angin-angin yang lain ?seperti
angin berdiri ? angin lompat ? atau angin jongkok ?kita semua gak ada yang
tahu.
Akhirnya, gue percaya sama Fadil. Handuk di pundak, gue
taruh lagi di jemuran baju, dan gue masuk ke dalam kamar. Jam sudah menunjukan
pukul dua pagi. Gue nggak bisa tidur, efek kebanyakan minum kopi saat di café
tadi.Fadil pun juga gak bisa tidur, dia hanya memainkan hape di tangannya.
“Pal, gue mau mau cerita, nih.”Fadil menaruh hapenya di
meja.
“Yaudah, cerita aja, Dil.”
Fadil mencari posisi yang nyaman untuk bercerita.Dia
mengambil posisi tiduran dengan bantal di bawah kepalanya. Gue juga sama,
tiduran dengan bantal di bawah kepala. Fadil tidur menghadap ke kiri, gue ke kanan. Muka kita
persis berhadap-hadapan. Mata kita menatap satu sama lain, akhirnya kita ciuman.
YANG CIUMAN ITUBOHONG !SUMPAH !
Dia bercerita tentang masalahnya dengan orang lain. Gue
mendengarkan dengan seksama.Terkadang setelah dia cerita, gue merespon
bagaimana pendapat gue tentang masalahnya.Timbul interaksi dua arah gue dengan
Fadil.Udah lama gue gak ngomong dari hati ke hati seperti ini, habis cerita
pasti terasa gak ada beban lagi. Kayak habis boker, pasti langsung plong. Kita berdua bercerita sampai
ketiduran.
Keesokan harinya, Fadil bangun jam sembilan pagi.
Seharusnya, hari ini dia bangun pagi untuk ngerjain tugas bareng sama gue. Tapi
dia malah bangun kesiangan.Ditambah lagi, Nyokapnya nyuruh dia pulang ke rumah
pagi-pagi. Akhirnya dia pulang ke rumahnya sekitar jam sepuluh. Nggak jadi
ngerjain tugas.
…
Dua hari kemudian, Fadil main lagi ke rumah gue, untuk
ngerjain tugas (yang sebelumnya harus dikerjain).Berhubung hari ini libur, dia
janji, mau ke rumah dari pagi sampai sore ngerjain tugasnya karena deadline tugas yang mepet dan juga tugas
yang banyak. Tapi kenyataan berkata lain… dia dateng ke rumah sore hari.
“Dil, lo kenapa telat ?” Kata gue setelah melihat Fadil
di depan rumah.
“Sorry Pal,
tadi gue ada masalah, tentang burung.”
“Burung ?”Kata gue.Ingin mendapatkan kejelasan.
“Iya, Pal, burung.”
“Serius,burung ?”Gue masih penasaran.
“IYA !”
Oke, pikiran gue udah mulai berpikir yang aneh-aneh saat
Fadil mengatakan mempunyai masalah tentang ‘burung’. Gue, sebagai cowokyang
juga sekaligus menjadi temannya, harus berasa empati dengan apa yang dirasakan
Fadil sekarang. Burungnya sedang mendapat masalah.
“Tadi, burung gue, lepas dari kandangnya gara-gara
abang gue Pal.”Fadil mengusap dahinya yang berkeringat.Gue menghela napas lega,
ternyata gue salah paham.“Jadi, ceritanya begini.Pas abang gue mau keluar bawa
kandang burung, pintunya kandangnya nyangkut di pagar rumah, terus kebuka,
burungnya langsung keluar.”
“Terus, sekarang gimana ?”
“Beruntung, sekarang burungnya udah ditangkep. Pada
awalnya, gue stres, soalnya harga burungnya 1,5 juta….”
“1.5 juta ?satu burung ?” Tanya gue, sambil mangap.Sekarang
gue yang stres.
“Iya.”
Gue baru tau kalau ada burung semahal itu. Dia rela
ngumpulin uang sampai satu koma lima juta cuman buat beli satu burung. Kalau
gue, lebih memilih uang sebanyak itu untuk beli es cendol, lumayan, kenyang, bisa
gak makan satu bulan.Dari situ gue jadi tau, kalau Fadil ternyata pecinta
burung.Dia punya beberapa burung di rumahnya.Makanannya juga bervariasi.Kadang
pisang, apel, dia juga ngasih burungnya vitamin.Kalau gue lihat, kehidupan
mereka sepertinya terbalik.Burung sebagai majikan, Fadil jadi peliharaannya.
Setelah Fadil masuk rumah, tiba-tiba gue mencium bau
yang tidak sedap.Seperti bau tahi.Bau tersebut sangat menyengat, tercium ke
dalam hidung, dan masuk ke paru-paru.Gue mengikuti sumber bau itu, mendekati
tempat yang tercium bau tahi, bau tersebut langsung hilang.Kita berdua mengendus-ngendus
bau tahi mencari darimana asalnya.
“Dil, lo gak berak sembarangan kan ?”
“Nggaklah !” Jawab Fadil, dengan tegas. Karena belum
percaya, gue mencium aroma jaketnya.Bener, gak bau, dia jujur.
Proses pencarian bau tahi masih berlanjut. Gue masih
penasaran bau itu bersumber dari mana.Baunya sangat menyengat, bisa membuat
pingsan yang menghirupnya.Lima belas menit berlalu tanpa hasil. Gue berpikir,
lalu bilang ke Fadil, “Dil, kenapa kita nyari bau tahi ya? bukannya lo ke sini
mau ngerjain tugas ?”
“Oh, iya, gue lupa, kita kan harusnya ngerjain tugas.”
Tahi membuat kita hilang fokus.
Fadil masuk ke kamar gue.Dia mengeluarkan laptop dari
tasnya, menaruh laptop di atas lantai.Sementara itu, gue masih ngelanjutin
tugas yang sedang gue kerjain sebelumnya.Beberapa kali Fadil melihat tugas gue
sebagai referensi tugasnya. Akhirnya tugas kita rampung sekitar jam delapan
malam. Setidaknya tugas Fadil selesai.Dia gak sia-sia main ke rumah gue untuk
ngerjain tugas.
Komentar
Posting Komentar