Langsung ke konten utama

Hujan di Senja Hari

Salah satu dosen di prodi gue  ngasih tugas ke mahasiswanya buat nambah nilai UAS. Karena anak muridnya pasti udah bosen dikasih tugas yang gitu-gitu aja, dia punya alternatif lain, dia ngasih tugas yang beda, beragam. Dia nyuruh mahasiswanya milih salah satu tugas dari dari tiga pilihan, diantaranya : buat puisi, cerpen atau berita buat presenter.

Seandainya gue milih buat puisi, pasti hasilnya akan absurd. Contoh hasilnya seperti ini. Gue kasihan sama dosen, setelah baca puisi gue pasti dia langsung muntaber (muntah dan berak-berak). So, gue gak milih buat puisi. Kalo buat berita, gue udah bosen. Hampir setiap tugas selalu disuruh buat berita, otak gue jadi migren.

Gue pengin yang beda, alhasil gue memilih buat cerpen. Walaupun hasilnya absurd dan bikin muntaber juga setelah baca, setidaknya gue udah berusaha. Cerpen tersebut sengaja gue taruh di blog, supaya banyak yang baca, dan banyak yang berak sembarangan, hehe. Selamat 
membaca !


Hujan di Senja Hari

Rintik hujan mulai turun. Tetes demi tetes membasahi tanah kering. Dinginnya udara membuat embun dalam kaca. Senja itu, aku sedang duduk di tempat tidur, menatap nanar ke arah luar jendela. Hembusan angin membuat aku menarik selimut untuk menutupi seluruh bagian tubuh. Terdengar ketukan tiga kali dari pintu kamar, lalu terbuka.

“Kamu sedang apa ?” tanya istriku. Dia berdiri di depan pintu menatapku heran.

“Sedang duduk,” kataku, “menikmati suasana hujan.”

“Aku buatkan kopi hangat ya ?” tanya dia sambil tersenyum.

“Iya.”

Dia keluar kamar, lalu menutup pintu. Aku menatap kembali keluar jendela. Tanah yang sebelumnya berwarna cokelat muda, sekarang telah berubah menjadi cokelat pekat. Cahaya kuning menyinari tengah jalanan. Angin meniupkan pasukannya ke daun pepohonan. Daun tersebut bergerak ke bawah, ke samping, ke atas, lalu kembali ke tempat semula. Seolah-olah hembusan angin tidak mampu menjatuhkannya.

Terdengar suara pintu kamar kembali terbuka. Datang seorang perempuan membawa dua cangkir kopi hangat. Kepulan asap terbang membumbung tinggi ke atas dari cangkir. Dia menaruh cangkir tersebut di atas meja kayu di depanku. Tidak lama setelah itu, istriku ikut duduk di sebelahku.

Pergelangan tangannya masuk ke dalam lingkaran tanganku. Kepalanya direbahkan ke pundakku sambil menoleh, dia tersenyum manja. Aku mengacak-ngacak rambut kepalanya. Helaian rambutnya sekarang tidak beraturan, tidak lurus lagi. Aku tersenyum.

“Coba kamu lihat awannya,” kataku menunjuk sebuah awan di luar jendela. Matahari senja membuat awan itu berwarna jingga keemasan. “Bagus, ya.”

“Iya, bagus,” kata istriku ikut menatap luar jendela.

Rintik hujan depan rumah membuatku teringat sesuatu. Aku teringat ketika aku dan dia masih memakai seragam putih abu-abu. Saat masih sekolah.

Aku bercerita ke istriku ketika aku pertama kali mengungkapkan rasa cinta kepadanya. Saat itu, pulang sekolah, aku membeli cokelat dan bunga di salah satu toko swalayan. Tidak lama berselang, hujan mulai turun per satu dari langit. Aku berteduh di depan toko tersebut, berdoa semoga hujannya cepat berhenti.

Ternyata doaku tidak dikabulkan. Hujan tidak berhenti, tapi malah semakin deras. Aku menunggu cukup lama, tapi tetap tidak kunjung berhenti juga. Jam dinding depan toko menunjukan pukul lima sore. Akhirnya, aku memutuskan lari melewati derasnya hujan ke rumah perempuan yang sekarang menjadi istiku. Saat di depan rumahnya, aku duduk, lalu berteriak sekencang-kencangnya, “AKU CINTA KAMU ! MAUKAH KAU JADI PACARKU ?”

“Kamu ingat kan ? kalau aku bicara begitu ?” tanyaku.

“Iya, ingat,” kata dia sambil tersipu malu, “setelah kamu bicara begitu, kamu langsung diusir 
ayah kan ? karena dikira orang gila.”

“Iya, hehe,” aku tertawa mengingat kejadian masa lalu.

Sekarang, muka kami berhadapan satu sama lain. Kalau dilihat dari dekat, matanya lebih hitam dari biasanya, menjadi hitam legam. Sorot matanya menatap mataku sangat dalam. Dia melukiskan senyum simpul di pipinya, senyum yang dapat meluluhkan hati semua laki-laki, termasuk aku. Aku adalah salah satu laki-laki yang sangat beruntung di dunia memilikinya.

Matanya terpejam. Aku mendekatkan bibirku ke dahinya. Sekarang, jarak kita semakin dekat dari sebelumnya. Saat tinggal beberapa centimeter lagi, kepalaku terasa terguyur air dingin dari atas kepala. Sungguh aneh. Tidak lama, terdengar samar suara oleh telinga. Suara tersebut semakin lama semakin jelas, dan akhirnya terdengar seluruh kalimatnya.

“NOPAL ! BANGUN ! SEKARANG UDAH JAM DELAPAN PAGI ! CEPAT SANA MANDI ! MASUK KULIAH !”


Aku terbangun dari tempat tidur. Tidak ada perempuan di sampingku. Hanya ada ibuku sedang berdiri di samping ranjang, memarahiku karena bangun kesiangan. Aku hanya bisa diam terpaku, menatap kosong lemari cokelat di depanku. Ternyata kejadian yang tadi hanyalah mimpi. TAMAT.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karya Pertama!

Yuhuuu. Gue pengin ngasih tahu kabar gembira untuk kalian semua. Akhirnya proofread buku gue sampe juga di rumah!   Buat yang belum tau, dalam dunia penerbitan ada istilah proofread . Proofread itu adalah cetakan pertama sebelum mencetak sekaligus banyak. Gunanya supaya penerbit bisa ngecek dimana letak kesalahan pada buku pertama. Kalo cetakan pertama udah clear ( udah dibenerin semua) nanti baru bisa dicetak banyak. Itu berguna untuk menekan biaya produksi, kalo udah cetak banyak tapi salah kan kacau. Kok jadi ilmiah gini ya bahasannya.. Oke balik lagi. Jadi cetakan pertama ini udah sampe rumah, dan gue seneng banget, setelah menunggu lama akhirnya sampe juga. Nanti setelah gue koreksi proofread -nya, baru bisa siap cetak. Bokap sama Nyokap kaget banget ada yang ngirim buku ke rumah, terus di cover bukunya ada muka gue. Mereka ngira jaman sekarang media santet udah modern: gue disantet lewat buku. Hmmm… Gue gak ngasih kabar sama sekali ke orang tua kalo gue n...

Merasa asing

Gue merenungkan tulisan raditya dika dari bukunya mengenai koala yang berasal dari New South Wales, Australia. ceritanya begini, koala itu bermigrasi dari hutan tempat tinggalnya. beberapa bulan kemudian, ia kembali ke hutan tempat dia tinggal. namun, ternyata selama dia pergi, hutan yang pernah menjadi rumahnya ditebang, diratakan dengan tanah oleh para penebang liar. Si koala kebingungan kenapa tempat tinggalnya tidak seperti dulu. ia hanya bisa diam , tanpa bisa berbuat apa pun. ia duduk sendirian. memandangi sesuatu yang dulu sangat diakrabinya dan sekarang tidak dikenalinya. Sebenernya gue juga pernah merasakan hal yang dirasakan Si koala itu. 'sesuatu yang dulu sangat diakrabi dan sekarang seperti tidak dikenali'. tapi yang gue rasakan bukan kepada tempat seperti Si koala yang diceritakan diatas, tapi lebih kepada teman yang dulu pernah dekat, tapi sekarang udah tidak lagi. Salah satunya temen sd gue, Ibnu. Ibnu ini saudara dari saudara gue. jadi, gue punya ...

Boker diwaktu yang tidak tepat

Pada bulan bulan awal tahun 2011 pas gue smp dilewati dengan kegiatan kegiatan sekolah yang menyibukan. entah ada try out terus menerus yang hanya berselang seminggu, mengerjakan soal soal pelajaran yang akan di ujiankan tanpa henti, dan masuk sekolah jam 6 pagi atau yang biasa disebut jam 0 untuk belajar tambahan. ya itu semua dilakukan hanya untuk satu tujuan. lulus ujian nasional. "Ah ah ah ah   Ah ah ah ah Ah ah ah oh Ah ah ah ah I always knew you were the best the coolest girl I know"