Langsung ke konten utama

Pindah

Matahari mulai merangkak keluar dari persembunyiannya. Mengepak-ngepakan sayapnya menyinari bumi. Burung-burung berterbangan mencari sarapan pagi. Ayam berkokok bersautan.

Sinar matahari menelusuk ke dalam jendela, masuk ke sebuah kamar. Frans yang kala itu sedang tidur terlelap, mulai terbangun dari mimpi. Dia mengusap-ngusap mata --sinar matahari menusuk-nusuk kornea hingga ke retina—matanya terasa sakit. Mulutnya menguap, lalu terbangun, dan duduk di samping kasur.

Sorot matanya menatap cermin di depan, melihat bayangan tubuhnya sendiri. Ada yang aneh. Tidak seperti biasanya. Bagian kantung matanya menghitam, bagai tertumpah tinta lukis. Kepalanya menoleh ke arah bantal tempat tidurnya, ada bagian lembab di ujung bantal. “Mungkin, gara-gara itu,” gumam dia.

Hari ini sebenarnya masuk kuliah. Hanya saja, sejak kejadian minggu kemarin, Frans jadi malas untuk berangkat ke kampus.“Kenapa harus orang lain ?” dia berkata kepada diri sendiri, masih duduk di samping kasur.

Mata kuliah bisnis.

Frans baru ingat, dosen dia hari ini sangat kejam. Dosen yang paling kejam dari semua dosen. Sekali telat masuk mata kuliah itu, dia tidak boleh masuk selama satu semester, dan nilainya pasti akan di bawah C. Di kampus Frans, tidak boleh ada mata kuliah yang mendapatkan nilai di bawah C. Jika melanggar syarat itu, mahasiswa akan otomatis di-drop out.

Buru-buru dia langsung beranjak dari tempat tidur, menuju kamar mandi. Dengan langkah gontai, dia mengambil handuk, lalu melempar asal ke bahu kanan. Saat di kamar mandi, Frans tidak langsung mandi, sedangkan duduk di atas toilet, sambil merenung. Tiba-tiba sekelebat masih terbayang kejadian tujuh hari lalu. Kejadian yang dia tidak akan lupakan seumur hidupnya.  

Saat itu dia bertemu dengan Lia, perempuan yang dia suka dari dulu semenjak masuk kuliah, di sebuah tempat makan di kawasan Jakarta.

“Mau makan apa ?” Frans bertanya, sambil melihat menu makanan. Lia menatap menu, membolak-balik lembar demi lembar. Otaknya sibuk berpikir, menimbang-nimbang makanan. Tempat makan ini menyediakan banyak pilihan. Akhirnya terpilihlah sebuah makanan. “Gue mau kepiting bakar!”

“Kepiting bakar ? Itu mahal banget.”

“Kan gue ulang tahun, jadi bebas milih apa aja. Gapapa, ya ? please....” Liat merengut manja. Gaya yang Frans suka ketika pertama kali bertemu.

“Yaudah, gapapa,” Frans mengiyakan. “Minumannya yang biasa, kan ?”

Lia mengangguk. “Iya.”

Frans memanggil pelayan untuk memesan makanan. Ketika pelayan datang, dia memesan dua kepiting bakar, satu es jeruk, dan satu es alpukat. Pelayan tersebut lalu pergi, setelah mengambil kertas di meja mereka berdua. Frans tahu minuman favorit Lia, yaitu es alpukat, minuman yang wajib diminum ketika makan di luar.

Sambil menunggu, Lia membuka percakapan dengan menceritakan kegiatannya di kampus. Tentang kesibukannya ikut organisasi kampus, melihat kucing anggora di sekitar kantin, hingga sepatunya yang kotor akibat terkena cipratan lumpur. Frans hari ini menjadi pendengar setia. Mendengar semua ocehan Lia dari mulutnya.

Walaupun Lia termasuk perempuan yang cerewet, tapi dia suka.

Dia rela menghabiskan waktu seumur hidup hanya untuk mendengar cerita Lia, perempuan yang disukai Frans. Meski mereka berdua punya perbedaan sifat yang kontras, itu tidak masalah. Frans pendiam. Lia suka bercerita. Frans suka Anjing. Lia suka kucing. Frans suka membaca buku. Lia suka menonton film. Beda jauh, tetapi itu menyatukan, pikir Frans.

Laki-laki yang mempunyai janggut tipis itu selalu berpikir, sebuah pasangan tidaklah harus selalu sama. Mereka harus mengisi kekosongan satu sama lain, untuk menjadi sempurna. Sebuah lukisan indah tidak hanya tercipta dari sebuah kuas, tapi juga kanvas.

Makanan datang, percakapan mereka terhenti. Ada uap mengepul tebal di atas kepiting bakar. Aroma lezat sudah tercium menggoda untuk melahap habis. Pelayan menaruh pesanan ke atas meja. “Semuanya sudah, Mas ?”

“Iya, terima kasih.” Pelayan itu pergi.

Tidak perlu ancang-ancang, Lia langsung mengambil garpu dan pisau, kemudian memotong-motong kepiting jadi beberapa bagian, melahap satu per satu tanpa henti. Sepertinya Lia sudah tidak makan tujuh hari demi ditraktir hari ini. Frans hanya tersenyum melihat reaksi perempuan di hadapannya.

Setelah makanan habis, Frans sudah menyiapkan kado ulang tahun di tasnya. Boneka beruang berukuran cukup besar yang dia beli satu hari sebelumnya, untuk diberikan ke Lia. Setelah itu, dia akan mengutarakan perasaannya selama ini.

Tidak ada percakapan selama makan. Lia menghormati kebiasaan Frans, untuk tidak berbicara ketika makan.

Di atas piring, sekarang hanya tersisa tulang-tulang dan capit kepiting. Lia memegangi perut kekenyangan, bagai hamil sembilan bulan. “Masih mau lagi ?” Frans menawari.

“Nggak, kayaknya gue udah cukup kenyang.”

“Sebentar ya.” Frans membuka tasnya dan mengeluarkan barang di dalamnya. Sambil tersenyum dia berkata, “Gue mau ngasih lo ini sebagai hadiah ulang tahun.”

“Ih gue suka banget beruang! Makasih ya,” ucap Lia sambil mengambil pemberian Frans.

Lia sibuk memegangi boneka beruang ditangannya. Memutar bagian depan-belakang, lalu dipeluk-peluk. Berbeda dengan Frans. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri, mengutarakan perasaan hari ini atau kapan. Ketika dia melontarkan perasaan, yang dia tau hanya satu: diterima atau ditolak. Mudah, tapi sulit.

Satu menit dia mengumpulkan keberanian untuk berucap.

Tiba-tiba…

“Gue mau ngomong….” Mereka dua berbicara secara bersamaan. Timbul keheningan panjang. Masing-masing tidak tahu apa yang akan diucapkan satu sama lain.

“Lo duluan deh,” kata Frans.

Air muka Lia ceria ketika dia menceritakan bahwa dia baru saja berpacaran dengan Toni, pada malam kemarin. Tepat pada jam dua belas malam, Toni datang ke rumah, membawakan sebuah kue ulang tahun dan sekuntum bunga mawar. Lalu dia mengutarakan perasaan dengan puisi. Dan malam itu mereka resmi berpacaran. “Pokoknya, so sweet deh. Oh iya, tadi lo pengin ngomong apa ?”

Tatapan Frans berubah menjadi kosong. Dia baru tahu, ternyata Toni, sahabatnya sendiri, menyukai orang yang sama. Tidak pernah terbesit di benak dia bahwa Toni suka Lia. Walaupun bersahabat, Frans dan Toni memang tidak pernah bercerita satu sama lain tentang perempuan yang disuka. Menurut mereka, itu privasi.

“Frans ?” Lia membuyarkan lamunan. “Jadi mau ngomong ?”

Frans kembali fokus. Mukanya tersenyum. “Iya, tadi gue pengin ngomong, selamat ya untuk kalian berdua.”

“Makasih,” balas Lia.

Sebelum pulang ke rumah, Frans mengantarkan Lia ke rumahnya dahulu, di kawasan Bintaro, Jakarta. Saat Lia mulai mengoceh tentang Toni di dalam mobil, Frans tidak mendengarkan sama sekali. Dia masih tidak menyangka, sahabatnya sendiri, menyukai orang yang sama.

Kenapa harus Toni?” kata Frans dalam hati.

Mobil sudah berhenti di depan rumah Lia. Rumah dengan tipe minimalis. Dua lantai dengan perpaduan warna abu-abu dan hitam. Lia turun dari mobil, memeluk erat boneka beruang cokelat di dekapan tangannya. “Makasih ya untuk hari ini. Mau mampir dulu ?”

“Nggak usah,” ucap Frans. “Nanti kemaleman pulangnya. Duluan ya.”

Setelah menutup pintu mobil, Frans menancap gas mobil sekencang-kencangnya. Radio dinyalakan, terdengarlah bunyi dari lagu Hivi – Orang Ketiga. Dia bingung, Seolah-olah semesta alam bersatu padu turut bersedih.

Perasaan yang sedari tadi ditahan, akhirnya keluar juga. Bulir-bulir air mata, berjatuhan ke pipi, hingga menetes ke bawah.

Semenjak hari itu, Frans malas untuk kuliah, karena pasti akan bertatap muka dengan Lia di kampus. Dia memilih untuk menjauh dari Lia. Menjauh untuk menghilangkan rasa sesak di dada, tetapi semakin dia menjauh hanya akan memperparah luka menganga. Serba salah untuk hati yang sedang berduka.

Di kamar mandi, Frans teringat perkataan seorang teman, ketika dia mencurahkan seluruh hatinya. “Hidup ini harus dijalani. Di tengah terpaan badai, pasti ada pelangi yang menanti.”

Frans menjadi semangat belajar di kampus pagi ini. Meskipun harus bertemu Lia setiap hari, dia tidak harus menghindar, hanya harus menghadapi sebagaimana mestinya. Luka akan sembuh dengan sendirinya sebagaimana regenerasi metabolisme tubuh. 

Hari ini memakai baju kemeja kotak-kotak berwarna hijau, baju kesukaan Frans ketika berangkat ke kampus. Dia mengambil kunci mobil di atas kulkas, lalu berangkat menuju kampus.

Saat mulai memasuki daerah kampus, Frans melihat perempuan yang jatuh di pinggir jalan. Buku yang dipegangnya berhamburan jatuh ke tanah. Tidak mau melihat orang yang sakit, mobil langsung melipir ke pinggir jalan untuk berhenti.

Frans langsung lari keluar dari mobil untuk membantu perempuan itu berdiri. “Lo kenapa ?”

“Tadi jatuh, kepeleset tanah,” kata perempuan itu.

Frans melihat memar di kaki perempuan yang sedang bersamanya. Sepertinya keseleo, akibat terpeleset. “Naik mobil gue aja ya. Bahaya kalo lo jalan kaki, nanti tambah parah.” 

Perempuan berucap, “Iya.”

Frans mengantarkan perempuan masuk ke dalam mobil, kemudian mengambil buku-buku yang berserakan jatuh ke tanah. Beberapa bukunya menjadi warna cokelat, terkena tanah-tanah liat. Di dalam mobil si perempuan menjelaskan kronologi cerita sebelum terpeleset ke tanah. Ternyata dia sedang berlari ke kampus, karena sudah telat. Dan malah berakhir tragis. Untung ada Frans yang membantu. Perempuan itu juga bercerita dia dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) “Kalo lo, dari fakultas mana ?”

“Gue dari fakultas ekonomi,” ucap Frans sambil menyetir.

Timbul percakapan baru setelah masing-masing cerita fakultasnya. Mereka mengobrol dari hal yang santai sampai serius. Tidak jarang di tengah-tengah obrolan, mereka tertawa terbahak-bahak. Frans merasa nyaman dengan orang yang ditemuinya ini. Seolah-olah teman lama yang baru bertemu setelah berpisah sekian lama.

Tidak sadar, mereka sudah sampai di depan gedung FISIP. Perempuan itu turun dari mobil, membawa tas dan buku-buku di tangannya. “Makasih ya atas tumpangannya. Oh, ya, kita belum kenalan. Nama lo siapa ?”

“Gue Frans.”

“Gue Siska.”

 Hari ini, Frans memilih satu kata di kamus, yang jarang orang pilih.

 Pindah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karya Pertama!

Yuhuuu. Gue pengin ngasih tahu kabar gembira untuk kalian semua. Akhirnya proofread buku gue sampe juga di rumah!   Buat yang belum tau, dalam dunia penerbitan ada istilah proofread . Proofread itu adalah cetakan pertama sebelum mencetak sekaligus banyak. Gunanya supaya penerbit bisa ngecek dimana letak kesalahan pada buku pertama. Kalo cetakan pertama udah clear ( udah dibenerin semua) nanti baru bisa dicetak banyak. Itu berguna untuk menekan biaya produksi, kalo udah cetak banyak tapi salah kan kacau. Kok jadi ilmiah gini ya bahasannya.. Oke balik lagi. Jadi cetakan pertama ini udah sampe rumah, dan gue seneng banget, setelah menunggu lama akhirnya sampe juga. Nanti setelah gue koreksi proofread -nya, baru bisa siap cetak. Bokap sama Nyokap kaget banget ada yang ngirim buku ke rumah, terus di cover bukunya ada muka gue. Mereka ngira jaman sekarang media santet udah modern: gue disantet lewat buku. Hmmm… Gue gak ngasih kabar sama sekali ke orang tua kalo gue n...

Merasa asing

Gue merenungkan tulisan raditya dika dari bukunya mengenai koala yang berasal dari New South Wales, Australia. ceritanya begini, koala itu bermigrasi dari hutan tempat tinggalnya. beberapa bulan kemudian, ia kembali ke hutan tempat dia tinggal. namun, ternyata selama dia pergi, hutan yang pernah menjadi rumahnya ditebang, diratakan dengan tanah oleh para penebang liar. Si koala kebingungan kenapa tempat tinggalnya tidak seperti dulu. ia hanya bisa diam , tanpa bisa berbuat apa pun. ia duduk sendirian. memandangi sesuatu yang dulu sangat diakrabinya dan sekarang tidak dikenalinya. Sebenernya gue juga pernah merasakan hal yang dirasakan Si koala itu. 'sesuatu yang dulu sangat diakrabi dan sekarang seperti tidak dikenali'. tapi yang gue rasakan bukan kepada tempat seperti Si koala yang diceritakan diatas, tapi lebih kepada teman yang dulu pernah dekat, tapi sekarang udah tidak lagi. Salah satunya temen sd gue, Ibnu. Ibnu ini saudara dari saudara gue. jadi, gue punya ...

Boker diwaktu yang tidak tepat

Pada bulan bulan awal tahun 2011 pas gue smp dilewati dengan kegiatan kegiatan sekolah yang menyibukan. entah ada try out terus menerus yang hanya berselang seminggu, mengerjakan soal soal pelajaran yang akan di ujiankan tanpa henti, dan masuk sekolah jam 6 pagi atau yang biasa disebut jam 0 untuk belajar tambahan. ya itu semua dilakukan hanya untuk satu tujuan. lulus ujian nasional. "Ah ah ah ah   Ah ah ah ah Ah ah ah oh Ah ah ah ah I always knew you were the best the coolest girl I know"