Langsung ke konten utama

Gibran: Pertemuan Singkat

Kenal Gibran? Itu loh murid kelas satu SMA Gunung Agung. Dia memang cukup terkenal. Terutama di kalangan tukang ojek pengkolan deket rumahnya. Coba sekali-sekali tanya ke tukang ojek, kenal Gibran atau nggak. Kebanyakan sih jawab gini, “Oh Gibran, yang suka naik ojek tapi pas turun langsung kabur ? saya kenal kok. Beberapa kali pengin saya tangkep, eh dianya lincah banget.”

Biarpun ngeselin begitu, Gibran punya muka agak-agak arab gitu. Dengan hidung mancung, jenggot tipis, banyak yang mengira dia orang keturunan sultan arab.

Pernah suatu waktu dia ditanya sama mbak-mbak di jalan, “Kamu keturunan Afghanistan, ya ?” dengan pedenya Gibran mengangguk. Lalu mbak itu meminta foto berdua dengan Gibran. Gibran seneng, walaupun dia bukan berasal dari negeri jiran, setidaknya dapat berfoto dengan cewek cantik. Apakah dia bohong ? Nggak kok. Kan ngangguk bukan berarti iya, bela Gibran.

Nggak seperti kebanyakan remaja. Dia punya gaya rambut yang lumayan nyentrik. Persis rambutnya Justin Bieber pas pertama kali terkenal: polem. Poni lempar. Rambutnya lurus berponi, dan suka melempar belimbing kalo lagi kesel. Jika dilihat lebih seksama lagi, Gibran punya dua gigi kelinci yang cukup besar. Konon katanya, dia kelamaan menyusu pada ibunya waktu kecil. Yah, jadinya gitu deh. Agak maju ke depan sedikit.

Hobinya memakan makanan manis. Terutama cokelat. Gibran mempunyai ketertarikan yang lebih pada cokelat. Setiap ada cokelat di depan matanya, matanya langsung membulat, lidahnya langsung menjulur-julur, tangannya mencoba mengepak-ngepak.. Kok Gibran kayak orang gila, ya ? hihi. Semua cokelat udah pernah dia rasain. Dari yang harganya mahal, sampai yang paling murah. Dari cokelat Silverqueen, sampai cokelat koin gopean yang dijual warung-warung. Tapi, dia lebih sering makan yang murah sih, yang mahal juga boleh, kalo dikasih.

Seperti anak remaja pada umumnya, dia juga suka mendengarkan musik. Genre apa aja dia suka, apalagi dangdut. Via Vallen adalah penyanyi favoritnya. Dan Kimcil Kepolen adalah lagu favoritnya. Kalau lagu itu udah berkumandang, beh, jangan ditanya. Jempol langsung bergoyang secara otomatis. Lapangan kosong langsung habis dibabat buat joget. 

Kesukaannya ini juga sering ngebuat dia suka nyanyi-nyanyi sendiri di kamar mandi. Gibran menyetel lagu dari handphone, lalu dia nyanyi keras-keras. Lengkap sudah. Penderitaan keluarga Gibran. 

Selain menjadi pelajar, dia juga kerja sepulang sekolah. Menjadi guru les privat. Bisa dibilang aneh memang. Seorang Gibran bisa mengajar anak-anak. Padahal dia aja sering cabut sekolah. Gapapa, kata Gibran sewaktu-waktu. Biar anak kecil itu gak seperti saya, sambung Gibran. 

Satu lagi. Gibran juga suka menulis cerpen di salah satu majalah remaja. Honor dari situ, biasa ditabung di rumah. Hebat ya, dia ? meski masih pelajar, tapi udah bisa cari uang sendiri. Mumpung masih muda, kita harus menyalurkan hobi pada jalur yang benar. Jangan pernah menyia-nyiakan waktu muda dengan berleha-leha. Isilah waktu dengan kegiatan bermanfaat, kata Gibran seperti motivator. Udah lama memang Gibran mempunyai cita-cita ingin menjadi Mario Bros. 

***

Di pagi yang cerah, Gibran dengan semangat berangkat sekolah. Bukan apa-apa, hari ini ada mata pelajaran yang dia suka: fisika. Sekarang Gibran disuruh bawa barang-barang aneh buat praktek. Gear, dinamo, tali tambang, bandul buatan, dan macam barang tetek bengek lainnya. Dia bingung barang sebegitu banyak mau praktek apa nanti di sekolah.

“Bu,” kata Gibran sambil memakai sepatu di teras. “Saya mau berangkat sekolah dulu ya.”

“Hati-hati di jalan. Jangan pura-pura ketabrak motor lagi supaya dapet duit.”

“Iya, Bu. Saya gak akan ngelakuin itu lagi kok. Terutama di tempat itu. Dikasih uangnya dikit, saya mau nyoba di tempat lain aja.” Gibran nyengir. Setelah mencium tangan, langsung melongos pergi keluar rumah.

Gibran biasa berangkat naik angkot. Berdesak-desakan dengan penumpang lain. Meski kebanyakan pada bau ketek semua, ya, setidaknya bisa sampai sekolah dengan selamat dia sudah bersyukur. Tempat favoritnya adalah paling belakang. Dia bisa duduk sambil ngeliatin pengendara motor. Nggak jarang, dia suka melototin pengendara yang mau nyalip angkot tapi gak jadi. Walhasil, pengendara langsung merah pipinya karena diliatin terus. 

Gibran melirik jam di tangan kanannya. Udah jam enam lewat lima belas. Angkot belum lewat juga. Kepalanya melongok kanan-kiri, sepi. Cuman beberapa mobil dan motor yang lewat. Gibran berspekulasi mungkin ada demo angkot hari ini. Belakangan lagi memang lagi banyak demo besar-besaran terhadap transportasi online.

Kayaknya harus jalan dulu nih, sampe trayek berikutnya, Gibran ngomong dalam hati. Sepuluh menit kemudian dia sampai di pinggir jalan raya yang cukup ramai. Tidak hanya sendiri, ada cewek manis yang nungguin angkot dari tadi. Anak SMA pula. Jodoh emang gak kemana.

Kenalan kayaknya boleh.

Et, tunggu dulu. emang Gibran bisa kenalan ? Gibran kan paling gak jago kenalan sama cewek. Apalagi cewek manis kayak di depan tuh. Pasti kakinya gemetar bukan main. Dia berpikir sejenak, mencoba memberanikan diri. Untuk cewek manis di depan, patut dicoba.

“Hei perawan!” sapa Gibran kepada cewek itu, lalu mencoba mendekat.

Cewek itu menoleh kanan-kiri, gak ada siapa-siapa. “Manggil saya ?”

“Iya, kamu perawan kan ?”

“Dih, dasar. Saya bukan perawan!!” cewek itu teriak-teriak.

“Hah?!” Gibran terkejut. “Kamu udah gak perawan lagi ?”

Cewek di depan Gibran mendengus. “Bukan itu maksudnya. Nama saya bukan perawan.” 

“Jadi nama kamu siapa ?”

“Nama saya Bella.” Gibran mengangguk-mengangguk seolah sudah mendapatkan apa yang dinginkan. Gibran lalu berkata, “Oh jadi nama kamu Bella. Manis juga namanya, sama kayak orangnya. Berarti saya juga harus kenalin diri dong. Nama saya Gibran.”

Bella tersipu-sipu malu.

Bisa ditebak apa kelanjutan dari perkenalan singkat itu. Gibran dan Bella mulai berbincang-bincang mengenai banyak hal. Dari cuaca, musik, film, hingga makanan favorit. Mereka seperti temen lama yang baru ketemu lagi setelah sekian lama.

Tibalah Angkot di depan. Gibran dan Bella naik. Kebetulan sekolah mereka satu arah. Bella sekolah di SMA Gunung Putri. Nggak jauh. Sekitar dua kilometer setelah SMA Gunung Agung, sekolahnya Gibran. Percakapan masih berlanjut di dalam angkot. 

Saking serunya, Gibran menitip sebentar barang-barang bawaan (Gear, dinamo, tali tambang, dan sebagainya) ke pangkuan Bella. Tujuannya supaya gampang ngambil kartu nama di tasnya. Lalu ngasih kartu nama ke Bella deh. Biar bisa berlanjut.

Alangkah cepatnya situasi berubah haluan. Ketika sibuk mengobrak-ngabrik tas, ada cowok lain mengajak ngobrol Bella. Mereka berdua terlibat percakapan yang seru. Bella mengabaikan Gibran. Gibran merengut. Wajahnya macam terlindas truk gas lpj. 

Sesekali si cowok melempar lelucon yang menurut Gibran garing. Sebaliknya, Bella membalas dengan tawaan renyah. Tak lupa diselingi memukul bahu cowok itu pelan-pelan. Tanda salah satu cewek mulai nyaman. Ah! Cewek itu tidak menggubris Gibran sama sekali. Cewek murahan! Gampang banget kenal sama orang, pikir Gibran. 

Rasanya mau teriak, mau gebuk jendela angkot sampe pecah. Sayangnya gak punya duit buat ganti rugi. Ya udah, cuman bisa disimpen aja di dalam hati. Gibran langsung mengambil dua cokelat gopean di tasnya. Makan cokelat emang enak buat ngilangin bad-mood. Saking keselnya Bella ngobrol sama cowok lain, Gibran sampe lupa turun di depan sekolah. SMA Gunung Agung sudah terlampau jauh di belakang.

 “Bang, kiri bang!” ucap Gibran. Langsung turun dari angkot. Tanpa pamitan sama Bella.
Gibran langsung berjalan cepat ke arah sekolahnya. Huh! Jauh banget lagi, umpat Gibran.

“Hei!” kata orang di dalam angkot.

Pasti Bella yang manggil nih. Saya harus jual mahal. Dia menoleh ke belakang, “Apa ? Mau ngomong apa lagi !?”

“Elu belum bayar ongkosnya, Tong.” Ternyata supir angkot yang manggil.

Gibran malu berat. Buru-buru dia ngeluarin empat ribuan di dalam tasnya, kemudian ngasih uangnya ke supir. Dia berjalan cepat lagi ke arah sekolah. 

Sial! Ketika udah mau masuk gerbang, dia baru inget. Semua barang buat praktek lab fisika kebawa sama cewek itu. Dasar sialan! Tiga kali sial hari ini. Pertama: cewek baru kenalan udah direbut. Kedua: turun angkot kejauhan. Ketiga: barang-barangnya pada kebawa sama orang lain. Percuma dong, dari tadi bangun pagi buat nyiapin barang-barang! pekik Gibran.

“Hei…. Gibran!” dari kejauhan terdengar suara orang di belakangnya.

Gibran kesal, lalu berkata tanpa menoleh, “Apa !? Mau nagih ongkos lagi ?! Kan tadi udah bayar.”

“Ini saya. Bella.” 

Gibran menoleh. Ternyata bukan supir angkot. Melainkan Bella yang berlari-lari kecil menghampirinya.

“Maaf. Ini barang-barang kamu kebawa sama saya,” ujar Bella. Nafasnya terengah-engah karena lari. “Maaf juga tadi saya diemin, soalnya gak enak ada yang ngajak ngobrol juga. Dan lawakannya gak lucu lagi haha.”

Gibran dan Bella tertawa. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Gibran langsung memberi kartu nama di dalam tasnya.

Gibran
Pecinta cokelat dan penggemar dangdut
08215252xxxx

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karya Pertama!

Yuhuuu. Gue pengin ngasih tahu kabar gembira untuk kalian semua. Akhirnya proofread buku gue sampe juga di rumah!   Buat yang belum tau, dalam dunia penerbitan ada istilah proofread . Proofread itu adalah cetakan pertama sebelum mencetak sekaligus banyak. Gunanya supaya penerbit bisa ngecek dimana letak kesalahan pada buku pertama. Kalo cetakan pertama udah clear ( udah dibenerin semua) nanti baru bisa dicetak banyak. Itu berguna untuk menekan biaya produksi, kalo udah cetak banyak tapi salah kan kacau. Kok jadi ilmiah gini ya bahasannya.. Oke balik lagi. Jadi cetakan pertama ini udah sampe rumah, dan gue seneng banget, setelah menunggu lama akhirnya sampe juga. Nanti setelah gue koreksi proofread -nya, baru bisa siap cetak. Bokap sama Nyokap kaget banget ada yang ngirim buku ke rumah, terus di cover bukunya ada muka gue. Mereka ngira jaman sekarang media santet udah modern: gue disantet lewat buku. Hmmm… Gue gak ngasih kabar sama sekali ke orang tua kalo gue n...

Merasa asing

Gue merenungkan tulisan raditya dika dari bukunya mengenai koala yang berasal dari New South Wales, Australia. ceritanya begini, koala itu bermigrasi dari hutan tempat tinggalnya. beberapa bulan kemudian, ia kembali ke hutan tempat dia tinggal. namun, ternyata selama dia pergi, hutan yang pernah menjadi rumahnya ditebang, diratakan dengan tanah oleh para penebang liar. Si koala kebingungan kenapa tempat tinggalnya tidak seperti dulu. ia hanya bisa diam , tanpa bisa berbuat apa pun. ia duduk sendirian. memandangi sesuatu yang dulu sangat diakrabinya dan sekarang tidak dikenalinya. Sebenernya gue juga pernah merasakan hal yang dirasakan Si koala itu. 'sesuatu yang dulu sangat diakrabi dan sekarang seperti tidak dikenali'. tapi yang gue rasakan bukan kepada tempat seperti Si koala yang diceritakan diatas, tapi lebih kepada teman yang dulu pernah dekat, tapi sekarang udah tidak lagi. Salah satunya temen sd gue, Ibnu. Ibnu ini saudara dari saudara gue. jadi, gue punya ...

Boker diwaktu yang tidak tepat

Pada bulan bulan awal tahun 2011 pas gue smp dilewati dengan kegiatan kegiatan sekolah yang menyibukan. entah ada try out terus menerus yang hanya berselang seminggu, mengerjakan soal soal pelajaran yang akan di ujiankan tanpa henti, dan masuk sekolah jam 6 pagi atau yang biasa disebut jam 0 untuk belajar tambahan. ya itu semua dilakukan hanya untuk satu tujuan. lulus ujian nasional. "Ah ah ah ah   Ah ah ah ah Ah ah ah oh Ah ah ah ah I always knew you were the best the coolest girl I know"