Anehnya, dia datang begitu cepat. Tanpa kamu sadari. Bahwa kamu telah jatuh cinta. Ketika kamu jatuh cinta, hampir di semua lini kehidupanmu dia ada. Ketika makan, bermain gim, bahkan menjelang tidur. Kamu tidak bisa menolak, dan hanya bisa menerima dia datang. Semua akan terasa manis, di rasa kopi terpahit. Senyumnya menjadi candu. Tingkah lakunya menjadi adiksi. Kamu ingin mengetahui apa yang dia lakukan. Hanya untuk menenangkan hatimu, atau yang lebih egois, untuk menyenangkan hatimu. Demi melihat cokelat bola matanya, kamu rela menatap lebih lama. Kelopak mata berkedip pun kau hitung. Padahal itu tidak penting. Ya, semua hal yang yang tidak penting dari dia sekarang akan kamu anggap penting. Apakah kamu sudah buang air besar hari ini ? Batinmu dalam hati. Cemberutnya akan kamu anggap itu tersenyum. Apalagi ketika tertawa, kamu melihat pipinya ranum. Semua akan terasa begitu indah. Hingga pada suatu saat, kamu menginginkan satu hal. Memiliki. Memiliki seutuhnya. Jika
Untuk saat ini konsep menikah sangat-sangat-sangatlah menakutkan bagi gue pribadi. Bagaimana nggak, kita harus hidup bersama dengan orang yang kepribadiannya berbeda, isi kepalanya berbeda, dan yang paling penting dari itu semua: kelaminnya beda. Hidup dengan keluarga sendiri saja terkadang suka ribut sendiri, dengan masalah-masalah kecil sekalipun. Apalagi ada orang baru yang ingin mencoba masuk ke dalam hidup kita, mencoba berkomitmen seumur hidup. Hidup satu rumah. Setiap hari bertemu. Yang sudah pasti, ujung-ujungnyaa bakal tau sifat buruknya masing-masing. Belum lagi masalah anak. Tentunya nanti ketika menikah salah satu tujuannya adalah mempunyai keturunan. Memegang tanggung jawab secara penuh titipan dari Tuhan. Salah-salah sedikit, efeknya bakal jangka panjang. Anak salah sedikit. Orang tua disalahin. "Ini anaknya siapa ?" belum pernah terdengar ketika punya kesalahan ditanya, "Berapa harga sembako di daerah wonosobo pada tahun 1969 ?" Masalah finansial