Langsung ke konten utama

Postingan

Jatuh Cinta

Anehnya, dia datang begitu cepat. Tanpa kamu sadari. Bahwa kamu telah jatuh cinta. Ketika kamu jatuh cinta, hampir di semua lini kehidupanmu dia ada. Ketika makan, bermain gim, bahkan menjelang tidur. Kamu tidak bisa menolak, dan hanya bisa menerima dia datang. Semua akan terasa manis, di rasa kopi terpahit. Senyumnya menjadi candu. Tingkah lakunya menjadi adiksi. Kamu ingin mengetahui apa yang dia lakukan. Hanya untuk menenangkan hatimu, atau yang lebih egois, untuk menyenangkan hatimu. Demi melihat cokelat bola matanya, kamu rela menatap lebih lama. Kelopak mata berkedip pun kau hitung. Padahal itu tidak penting. Ya, semua hal yang yang tidak penting dari dia sekarang akan kamu anggap penting. Apakah kamu sudah buang air besar hari ini ? Batinmu dalam hati. Cemberutnya akan kamu anggap itu tersenyum. Apalagi ketika tertawa, kamu melihat pipinya ranum. Semua akan terasa begitu indah. Hingga pada suatu saat, kamu menginginkan satu hal. Memiliki. Memiliki seutuhnya. Jika
Postingan terbaru

Menjadi Seorang Ayah (1/2)

Untuk saat ini konsep menikah sangat-sangat-sangatlah menakutkan bagi gue pribadi. Bagaimana nggak, kita harus hidup bersama dengan orang yang kepribadiannya berbeda, isi kepalanya berbeda, dan yang paling penting dari itu semua: kelaminnya beda. Hidup dengan keluarga sendiri saja terkadang suka ribut sendiri, dengan masalah-masalah kecil sekalipun. Apalagi ada orang baru yang ingin mencoba masuk ke dalam hidup kita, mencoba berkomitmen seumur hidup. Hidup satu rumah. Setiap hari bertemu. Yang sudah pasti, ujung-ujungnyaa bakal tau sifat buruknya masing-masing. Belum lagi masalah anak. Tentunya nanti ketika menikah salah satu tujuannya adalah mempunyai keturunan. Memegang tanggung jawab secara penuh titipan dari Tuhan. Salah-salah sedikit, efeknya bakal jangka panjang. Anak salah sedikit. Orang tua disalahin. "Ini anaknya siapa ?" belum pernah terdengar ketika punya kesalahan ditanya, "Berapa harga sembako di daerah wonosobo pada tahun 1969 ?" Masalah finansial

Interview With Alita Biani (Kakaknya Tissa Biani)

Instagram/alitabiani Melihat artis di televisi rasanya sudah terlalu sering. Gegap gempita dunia hiburan. Popularitas yang naik hari demi hari. Privasi yang hampir sudah tidak ada lagi, karena hampir masuk acara gosip setiap hari. Itu yang membuat gue nggak penasaran dengan kehidupan para artis, toh, kehidupannya hampir semuanya kita ketahui di televisi . Belakangan ini, gue lagi suka melihat sosial media salah satu teman SMP,  Alita Biani .  Ia adalah seorang kakak dari  Tissa Biani , artis sinetron dan film. Hampir di setiap  insta-story  –nya selalu bersama sang adik. Dan ini perlahan membuat gue penasaran. Gimana sih, kehidupan kakak seorang artis dan apa rasanya ? Berbekal dengan jiwa jurnalistik terpendam di dalam dada, akhirnya gue memberanikan DM dia Twitter , bertanya apakah pengin diwawancara atau nggak. Bagai gayung bersambut, ternyata Alita membolehkan gue mengubek-ngubek kehidupan dia. Nggak usah berlama-lama, ini adalah hasil wawancara gue bersama Alita B

Adulting Is Hard

“Kamu silahkan keluar ruangan dulu. Nanti jika diskusi sudah selesai, kamu boleh masuk.” Begitu kata dosen penguji. Gue keluar ruangan dengan perasaan lega. Saat itu gue menjalani sidang tugas akhir. Setelah presentasi lima belas menit, gue duduk di bangku berhadapan dua dosen penguji. Mereka adalah dosen di kampus, pernah mengajari gue di kelas, dan orangnya asik, sering bercanda. Entah kenapa, kepribadian mereka berubah drastis, menjadi sangat serius sekali. Pas gue duduk, mereka memulai sidang, eh, lebih tepatnya membantai tugas akhir gue. Mencoret-coret kata yang salah. Melontarkan pertanyaan-pertanyaan mematikan.Ingin diperjelas kembali teori di buku. Dan kalau udah skakmat, gue cuman bisa nyengir, lalu di balas dengan tatapan datar dosen.   Waktu sidang gue hampir memakan waktu dua jam. Ketika dirasa cukup proses pembantaian itu, dosen menyuruh menunggu gue di luar, mereka berdiskusi mengenai nilai yang akan didapatkan. Dosen membuka pintu, memanggil nama gu

Teror Rumah Hantu

Pertama-tama, gue ingin meluruskan, bahwa cerita ini adalah bukan kisah pribadi. Melainkan cerita seorang teman, adik tingkat di kampus, sebut saja namanya Nurul. Sore itu, gue dan dia sedang makan lumpia basah di dekat stasiun kereta. “Cerita sesuatu dong,” kata gue sambil melahap lumpia. Ia mendongak. “Cerita apa, Kak ?” “Cerita hantu, kek . Kayaknya seru.” Matanya menerawang ke atas, seperti mencari-cari sesuatu yang sudah lama ia pendam. Pandangannya kembali ke arah saya. “Yakin ?” Gue mengangguk. Dan ia mulai bercerita. Nurul anak sulung dari empat bersaudara. Adiknya masih kecil semua. Orang tuanya bekerja dinas, sehingga sering pindah-pindah rumah. Biasanya jika menetap di suatu rumah paling hanya dua-tiga tahun. Setelah itu pindah lagi, tergantung proyek kerja dari kantor. Baru-baru ini ia tinggal di sebuah perumahan daerah Kebayoran, Jakarta. Sudah hampir sebulan ia pindah ke rumah baru tersebut. Rumahnya cukup besar.Berlantai dua. Pada awal kepind

Gibran #3: Ramalan Maul Part 2

Gara-gara Maul kemarin ngeramal Bu Keriting, jadi gitu. Semua murid kelas X-5 disuruh ngerjain pe-er. Gak kira-kira lagi. Delapan belas halaman cuman dikasih waktu satu hari. Gila gak tuh ?! Lagian si Maul ada-ada aja. Ngeramal Bu Keriting bakalan gak masuk sekolah dikarenakan diare. Aturan yang kerenan dikit gitu, stroke atau nggak muntah kecoa. Hihi.  Jadi sekarang semua murid dateng pagi-pagi. Sibuk nyalin jawaban pe-er yang dikasih kemarin. Gibran sih santai aja. Pagi-pagi, dia menyilangkan tangan di dada, lalu bersabda: “Makanya, manfaatkan waktu kalian sebaik mungkin. Kayak saya dong, udah ngerjain tugas. Nih, nyontek punya saya aja.”  Satu kelas melongo. Baru pertama kali ngeliat Gibran serajin ini. Keajaiban yang mustahil bin mustahal. Sempet kesel juga dengan kesombongan bocah tengik itu, tapi ada daya, waktu semakin menipis, ngerjain tugas pun harus ambis. Maul dateng telat. Beserta rombongannya Basyit, Guntur, sama Aziz. Melihat kejadian menyalin tugas sec